. .. … am i empty? carelessly fleeting, in between clouds carrying sadness, shared by the stars running away from the warmth of the sun it feels lonely yet content . .. am i content? 22/03/19

Million pieces of scattered feelings Of being thrown away Of being left behind Of being lonely “ひとりじゃないです” A gentle storm came As easy as the rain fell down Tears ran down While we all stormed by warmth Of something familiar From 5 different colors Million pieces of scattered feelings Of being found Of being knitted Of being wrapped By wonderful existence called a 5 colored-rainbow They welcomed us

(1) Satu, dua, tiga langkah menuju ruangan penuh cahaya Empat, lima, enam, derap langkahnya semakin pelan “Benarkah di dalam sana, ada hal yang aku cari?” “Adakah hal yang membuatku bahagia?” “Ah, aku lupa, aku kan sudah menyerah mencari kebahagiaan” (2) Selembar kertas yang dahulu kosong perlahan mulai terisi Oleh memori hangat sederhana dalam perjalan pulang menuju rumah Sepatah dua patah kata penyemangat ketika raga sedang lelah

2020 was a weird year, I must say. A lot of things happened in a flash. Filled by various emotions: sadness, anger, denial, happiness, and joy, last year was a roller-coaster ride. However, I also found something precious in 2020: familiarity in unfamiliarity There was an idol group I’ve known…

(1) Dalam lipatan jarak Dan sajak yang setengah jadi Serta deretan kata yang tidak sampai Maafkan aku (2018) (2) Aku selalu penasaran Bagaimana rasanya mekar dan merekah? Mungkin aku hanyalah ilalang (2018) (3) ….tapi cukupkah aku Jika hanya menjadi setitik kecil aroma kopi Yang dapat membuatmu tersenyum Dan berkata, “terima kasih” (2018) Mengumpulkan sepotong-potong catatan yang tersebar Sudah lama ya?

“Badai” Bagi sebagian orang, kata “badai” memiliki konotasi yang identik dengan keburukan. Bencana. Keriuhan. Kacau. Tidak salah. Tapi bagiku kata tersebut memiliki dualisme arti. Bagiku, badai tidak pantas jika selalu direlasikan dengan apa-apa yang telah kusebutkan di atas. Aku baru menemukan (dan ditemukan oleh) badai yang berbeda. Badai yang lembut…

Semua orang beramai-ramai berusaha mendefinisikan pulang, Sebagian yang lain berusaha mendefinisikan rumah Bagiku keduanya sama saja, sama-sama buyar Karena maknanya tidak pernah tetap, pun tidak pernah nyata Beberapa orang berkata, Untuk dapat pulang, kamu harus mempunyai rumah Beberapa orang berdalih, Kamu bisa merasa tidak pulang, padahal sedang menuju rumah Benarkah definisi rumah bagimu masih sama?

(1) Pernahkah terpikir olehmu, Selama ini yang selalu ingin kamu peroleh, malah semakin menjauh Dan perlahan menjadi baur Hingga akhirnya kamu sadar, bukan itu yang sesungguhnya kamu inginkan Ternyata kamu hanya ingin ditemukan (2) Kebetulan bertemu seseorang yang asing dan familiar di saat yang bersamaan Seperti hujan ketika bertemu tanah Atau ketika ombak bertemu pasir pantai Hidup memang aneh (3)

Di bawah terik matahari pukul tiga dinaungi oleh langit bagian Jakarta Selatan dengan suara bising kendaraan sebagai latar atas obrolan singkat tanpa arah tentang masa lalu, masa depan, atau di antaranya tentang mimpi, realita, serta di antaranya “….to Lebak Bulus Grab Station…” Merayakan sebuah hal sederhana ternyata tidak pernah sesederhana itu November 2019 Sedetik, dua detik, muncul